Peraturan Pajak

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5/PMK.02/2013
TENTANG
TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
DARI DIVIDEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menyempurnakan pengaturan mengenai penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak agar lebih jelas, efisien, transparan, akuntabel, dan komprehensif, perlu mengatur kembali tata cara penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Deviden yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2010;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Dividen;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4995);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara;
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.02/2011 tentang Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah;

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI DIVIDEN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
  2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas, modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
  3. Perseroan Terbatas Lainnya adalah perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia kurang dari 51%.
  4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
  5. Dividen adalah bagian Pemerintah atas laba BUMN dan Perseroan Terbatas Lainnya.
  6. Wajib Bayar adalah badan usaha yang berbentuk Persero, Perseroan Terbatas lainnya dan Perum.
  7. Wajib Bayar perseroan tertutup yang selanjutnya disebut Wajib Bayar Non Tbk adalah BUMN dan perseroan terbatas lainnya, seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah, dimana sahamnya tidak terdaftar dan tidak diperdagangkan di Pasar Modal.
  8. Wajib Bayar perseroan terbuka yang selanjutnya disebut Wajib Bayar Tbk adalah BUMN dan perseroan terbatas lainnya yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah, dimana sahamnya terdaftar dan diperdagangkan di Pasar Modal.
  9. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disingkat RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dan memegang kekuasaan tertinggi dalam persero.
  10. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan Negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas Lainnya, dan dikelola secara korporasi.
  11. Bank Persepsi adalah bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  12. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  13. Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan Negara dan merupakan bagian dari Sistem Penerimaan dan Anggaran Negara.

 

Pasal 2

 

(1) Wajib Bayar membayar seluruh Dividen yang terutang secara tunai paling lambat pada saat jatuh tempo.
(2) Jatuh tempo pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Bayar Non Tbk yaitu 1 (satu) bulan setelah tanggal diputuskannya penetapan Dividen oleh:

  1. RUPS bagi Persero dan Perseroan Terbatas Lainnya; dan
  2. Menteri Badan Usaha Milik Negara bagi Perum.
(3) Jatuh tempo pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Bayar Tbk mengikuti ketentuan yang berlaku di Pasar Modal.
(4) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran dividen yang terutang bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari yang diliburkan pemerintah, pembayaran/penyetoran dividen yang terutang dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

 

Pasal 3

 

(1) Wajib Bayar melakukan penyetoran seluruh kewajiban Dividen dan/atau denda terkait pembayaran Dividen ke Kas Negara melalui Bank/Pos Persepsi.
(2) Dalam melakukan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Bayar menyampaikan data secara lengkap dan benar pada formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau formulir surat setoran elektronik yang diberlakukan dalam rangka pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(3) Wajib Bayar bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data yang dicantumkan dalam formulir surat setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pembayaran setoran kewajiban Dividen dan/atau denda terkait pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai pelunasan kewajiban sesuai tanggal penyetoran.
(5) Tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Modul Penerimaan Negara.

 

Pasal 4

 

(1) Dalam hal Wajib Bayar tidak dapat melakukan pembayaran seluruh kewajiban Dividen pada saat jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), Wajib Bayar menyampaikan permohonan penetapan jatuh tempo.
(2) Permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
(3) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menetapkan jatuh tempo pembayaran atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 5

 

(1) Permohonan penetapan jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), disampaikan oleh Wajib Bayar yang kesulitan arus kas.
(2) Kesulitan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kondisi ketidakmampuan kas perusahaan memenuhi kewajiban lancar tahun berjalan.
(3) Ketidakmampuan kas perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain disebabkan oleh dampak inflasi, regulasi, dan penugasan pemerintah.

 

Pasal 6

Penetapan jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Pembayaran Dividen paling sedikit sebesar 25%, pada saat jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3);
  2. Sisa kewajiban Dividen dapat dibayar secara merata setiap bulan paling lambat bulan Nopember Tahun Anggaran berjalan; dan
  3. Sisa kewajiban pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan berdasarkan proyeksi arus kas Wajib Bayar.

 

Pasal 7

 

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah RUPS atau penetapan Dividen oleh Menteri BUMN, dengan melampirkan data pendukung.
(2) Data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi dokumen sebagai berikut :

  1. Risalah RUPS dan/atau Notulen RUPS bagi Persero dan Perseroan Terbatas Lainnya, dan Surat Penetapan Dividen oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk Perum;
  2. Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit;
  3. Realisasi dan proyeksi arus kas tahun berjalan serta penjelasan penyebab kesulitan kas;
  4. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tahun berjalan; dan
  5. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak bermaterai tentang kebenaran data pendukung dari Direksi sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran I yang tak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Pasal 8

 

(1) Dalam hal permohonan Wajib Bayar melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau tidak melampirkan data pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2), permohonan Wajib Bayar ditolak dan jatuh tempo pembayaran Dividen yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan telah sesuai sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian dokumen.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permohonan disetujui, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Jatuh Tempo Pembayaran.
(4) Surat Ketetapan Penolakan atau Surat Penetapan Jatuh Tempo Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diterbitkan paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal surat permohonan diterima.

 

Pasal 9

 

(1) Dalam hal terjadi keterlambatan dan/atau kekurangan pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 6, Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah Dividen yang terlambat dan/atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(2) Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(3) Wajib Bayar menyetorkan seluruh kekurangan pembayaran dan/atau denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara.
(4) Penghitungan denda terhadap keterlambatan dan/atau kekurangan pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 10

 

(1) Atas keterlambatan dan/atau kekurangan pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktur Jenderal Anggaran melakukan penagihan kepada Wajib Bayar dengan menerbitkan Surat Tagihan Pertama.
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Tagihan Kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.
(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, Wajib Bayar belum atau tidak melunasi kewajibannya, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya.

 

Pasal 11

 

(1) Dalam hal terdapat kelebihan penyetoran atau pembayaran Dividen, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran tersebut kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
(2) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Dividen yang terutang pada periode berikutnya.
(4) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha dan terdapat kelebihan penyetoran atau pembayaran Dividen, kelebihan pembayaran tersebut dapat dikembalikan secara tunai sesuai ketentuan perundang-undangan.

 

Pasal 12

Dalam hal Wajib Bayar ditetapkan untuk menyetor Dividen Interim pada tahun anggaran berjalan, dilakukan paling lambat pada tanggal 27 Desember tahun anggaran berjalan.

Pasal 13

 

(1) Penetapan Jatuh tempo pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dapat ditinjau kembali;
(2) Peninjauan kembali Jatuh tempo pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan :

  1. Usulan Wajib Bayar; dan
  2. Ketetapan Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Wajib Bayar, dalam hal memenuhi keuangan negara.

 

Pasal 14

Dalam hal Dividen terutang dikonversi menjadi Tambahan PMN, dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan penatausahaannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

 

(1) Dalam rangka monitoring dan evaluasi penerimaan Dividen, Wajib Bayar menyampaikan dokumen sebagai berikut :

  1. Bukti setor dividen dan atau denda terkait pembayaran Dividen;
  2. Risalah RUPS dan/atau notulen RUPS; dan
  3. Laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit;

kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.

(2) Bukti setor Dividen dan atau denda terkait pembayaran Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal penyetoran.
(3) Risalah RUPS dan atau notulen RUPS dan laporan keuangan yang telah diaudit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah diterbitkan.
(4) Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka tertib administrasi, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat teguran kepada Wajib Bayar.

 

Pasal 16

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai tata cara penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Dividen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Dividen Dan Sisa Surplus Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 8

Tinggalkan Balasan