Peraturan Pajak
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 37/PJ.6/2002

TENTANG

PENJELASAN PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ATAS PEMBERIAN HAK BARU

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan masih banyaknya pertanyaan mengenai pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas pemberian hak baru, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut :

  1. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000).

  2. Hak atas tanah yang dimaksud dalam butir 1 adalah :
    1. Hak Milik;
    2. Hak Guna Usaha;
    3. Hak Guna Bangunan;
    4. Hak Pakai;
    5. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun; dan
    6. Hak Pengelolaan.
  3. Pemberian hak baru atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek BPHTB meliputi :
    1. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;
    2. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Dasar Pengenaan Pajak dalam hal pemberian hak baru adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dengan ketentuan sebagai berikut :
    1. Dalam hal pemberian hak baru atas tanah yang belum terdapat bangunan pada tanah tersebut, NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah nilai pasar tanah. Apabila nilai pasar tanah tersebut lebih rendah daripada NJOP tanah pada tahun terjadinya perolehan, maka NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB tanah pada tahun terjadinya perolehan, yakni pada tahun ditandatanganinya surat keputusan pemberian hak baru;
    2. Dalam hal pemberian hak baru atas tanah yang telah terdapat bangunan pada tanah tersebut, NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah nilai pasar tanah dan bangunan. Apabila nilai pasar tanah dan banguanan tersebut lebih rendah daripada NJOP tanah dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan, maka NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB tanah dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan, yakni pada tahun ditandatanganinya surat keputusan pemberian hak baru.
  5. Khusus untuk objek pajak Perkebunan dan Perikanan Darat, penentuan NJOP PBB tanah atau NJOP PBB tanah dan bangunan yang digunakan sebagai dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud pada butir 4.a dan 4.b di atas mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 jo. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-21/PJ.6/1999, SE-72/PJ.6/1999 dan SE-22/PJ.6/1999 dengan ketentuan sebagai berikut :
      1. Besarnya NJOP PBB untuk objek pajak Perkebunan :
    (1) areal kebun adalah sebesar luas areal dikalikan NJOP tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan ditambah dengan Jumlah Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar Investasi menurut masing- masing jenis dan umur tanaman;
    (2) areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan, adalah sebesar luas areal dikalikan NJOP tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan;
    (3) objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan.
      1. Besarnya NJOP PBB untuk objek pajak Perikanan Darat :
    (1) Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar luas areal dikalikan NOJP tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan, ditambah dengan Jumlah Biaya Investasi Tambak menurut jenisnya;
    (2) Areal emplasemen dan areal lainnya, adalah sebesar luas areal dikalikan dengan NJOP tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan;
    (3) Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kakanwil DJP a.n. Menteri Keuangan.
  6. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atau pengurangan atas pengenaan tersebut, akan diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan tentang keberatan dan pengurangan yang berlaku.

Demikian disampaikan untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

A.n Direktur Jenderal,
Direktur PBB dan BPHTB
ttd.

Suharno
NIP 060035801

www.peraturanpajak.com

info@peraturanpajak.com

WA : 0812 932 70074

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan