KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

_____________________________________________________________________

31 Agustus 2017

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S – 376/PJ.02/2017

TENTANG

PENEGASAN TERKAIT PPN YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR BARANG

KENA PAJAK TERTENTU DAN PAJAK MASUKAN ATAS PEROLEHAN

DAN/ATAU IMPOR BARANG MODAL OLEH PKP YANG MENGALAMI

KEADAAN GAGAL BERPRODUKSI BAGI WAJIB PAJAK YANG

MENYAMPAIKAN SURAT PERNYATAAN HARTA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan pelaksanaan atas Ketentuan Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terkait dengan adanya fasilitas Pengampunan Pajak berupa penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, terdapat pertanyaan terkait:

1) kewajiban penyetoran kembali Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain;

2) pembayaran kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan.

Atas hal tersebut, bersama ini disampaikan hal-hal sebagal berikut:

1. Dasar hukum

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

1) Pasal 1 angka 1
Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2) Pasal 1 angka 15
Tahun Pajak Terakhir adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015,

3) Pasal 3 ayat (4)
Pengampunan Pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.

4) Pasal 3 ayat (5),
Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas kewajiban:
a. Pajak Penghasilan; dan
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

5) Pasal 11 ayat (5)
Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:
a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak
dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).

b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

1) Pasal 14 ayat (1) huruf g
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

2) Pasal 14 ayat (5)
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

1) Pasal 9 ayat (2a)
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.

2) Pasal 9 ayat (6a)
Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai.

3) Pasal 16D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

d. Pasal 16 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan/Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu

(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu harus disetor ke kas negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya.

(2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
disetorkan ke kas negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dijual, dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula.

(3) Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ditambah sanksi
administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat habisnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

(4) Pajak Pertambahan Nilai yang disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat dikreditkan.

e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 Tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi

1) Pasal 2 ayat (1)
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan barang dan/atau jasa yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor Barang Modal dapat dikreditkan.

2) Pasal 4
Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu tertentu sejak masa pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.

3) Pasal 5
Keadaan gagal berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah:
a. Suatu keadaan bagi Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usaha utamanya sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:
1) penyerahan Barang Kena Pajak;
2) penyerahan Jasa Kena Pajak;
3) ekspor Barang Kena Pajak; atau
4) ekspor Jasa Kena Pajak, yang berasal dari hasil produksinya sendiri.

b. Suatu keadaan bagi Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usaha utamanya selain sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:
1) penyerahan Barang Kena Pajak;
2) penyerahan Jasa Kena Pajak;
3) ekspor Barang Kena Pajak; atau
4) ekspor Jasa Kena Pajak.

4) Pasal 6
(1) Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalami keadaan gagal berproduksi sebesar Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian.

(2) Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah keadaan gagal berproduksi.

2. Dengan pertimbangan dasar hukum sebagaimana tersebut di atas, dapat ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak yang memindahtangankan Barang Kena Pajak Tertentu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor harus menyetor PPN masa yang terutang pada saat impor ke kas negara. Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban tersebut, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

b. Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak masa pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.

Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembayaran kembali tersebut, diterbitkan Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

c. Dalam hal Wajib Pajak mengikuti program Pengampunan Pajak, Wajib Pajak berhak memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir. Dengan demikian, atas Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kewajiban menyetor PPN masa terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembayaran kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf b, kewajiban atas penyetoran dan/atau pembayaran kembali tersebut menjadi hapus untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Direktur,

ttd.

Arif Yanuar
NIP 196701281995031001

http://www.peraturanpajak.com

info@peraturanpajak.com

Tinggalkan Balasan