Peraturan Pajak

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 51/PJ.52/2006

TENTANG

PEMBAYARAN BUNGA KEPADA PEMEGANG SAHAM TIDAK LANGSUNG

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal xxx perihal tersebut diatas, dengan ini disampaikan
hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
a. PT ABC adalah produsen kaleng yang siklus bisnisnya sangat fluktuatif terutama menjelang
lebaran dan natal, sehingga terjadi kesenjangan cashflow disebabkan harga bahan baku
melonjak sangat tinggi;
b. Untuk menutupi defisit cashflow yang terjadi, perusahaan Saudara meminjam dana talanan
dari pemegang saham tidak langsung (perorangan). Atas pinjaman sementara tersebut,
pemegang saham tidak langsung ini akan mengenakan beban bunga yang dihitung
menggunakan tingkat bunga yang dikenakan oleh bank kreditur Saudara yaitu PT XXX (saat
ini 14% per tahun);
c. Saudara menanyakan beberapa hal sebagai berikut ;
1. Kewajiban pajak apa saja yang terjadi atas pembayaran bunga pinjaman kepada
pemegang saham tidak langsung ini;
2. Tingkat bunga yang diperolehkan, apakah tingkat bunga dari bank kreditur atau SBI;
3. Apakah ada peraturan perpajakan yang melarang pemegang saham tidak langsung
tidak boleh menerima bunga atas pinjaman kepada perusahaan.

2. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, antara lain diatur
bahwa :
a. Ayat (3), Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib
Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa;
b. Ayat (4), Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (3a), Pasal 8
ayat (4), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila :
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara
Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih
yang disebut terakhir; atau
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan atau kesamping satu derajat.

3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 , diatur bahwa atas penghasilan berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah,
Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong
pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.

4. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 , diatur
bahwa atas penghasilan bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau
yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan.

5. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut :
a. Atas imbalan bunga yang dibayarkan PT ABC kepada pemegang saham tidak langsung wajib
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto dalam hal pemegang saham tidak
langsung merupakan Wajib Pajak dalam negeri. Dalam hal pemegang saham tidak langsung
merupakan Wajib Pajak luar negeri, PT ABC wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
jumlah bruto atau tarif berdasarkan P3B yang berlaku;
b. Tingkat suku bunga yang diperkenankan atas pinjaman adalah tingkat suku bunga wajar, yaitu
tingkat suku bunga yang juga dikenakan kepada pihak lain apabila tidak memiliki hubungan
istimewa baik langsung maupun tidak langsung;
c. Undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tidak melarang pemegang saham
tidak langsung menerima imbalan bunga atas pemberian pinjaman kepada PT ABC.

Demikian penegasan kami harap maklum.

a.n. Direktur Jenderal,

ttd.

Herry Sumardjito
NIP 060061993

Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Peraturan Perpajakan;

http://www.peraturanpajak.com
info@peraturanpajak.com
WA : 0812 932 70074

Tinggalkan Balasan