Peraturan Pajak
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 102/PJ.52/2006
TENTANG
PERMOHONAN PENJELASAN ATAS PENYERAHAN OBAT-OBATAN
KEPADA PASIEN RAWAT INAP TERHUTANG PPN OLEH INSTALASI FARMASI DI RUMAH SAKIT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 7 Oktober 2005 hal Permohonan Penjelasan atas
Penyerahan Obat-obatan Kepada Pasien Rawat Inap terhutang PPN oleh Instalasi Farmasi di Rumah Sakit,
dapat kami jelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Rumah Sakit Islam ABC (Saudara) telah memenuhi kewajiban membayar PPN terhutang
hanya atas penyerahan obat-obatan kepada pasien Rawat Jalan sesuai dengan pemahaman
Saudara atas Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
(SE-06/PJ.52/2000 tentang PPN atas Penggantian Obat di Rumah Sakit, sesuai hasil konfirmasi
dengan RSI ABC) bahwa penyerahan obat-obatan dari Instalasi Farmasi kepada pasien rawat
jalan saja yang terhutang PPN.
b. Saudara mendapat konfirmasi dari Kepala Seksi PPN KPP Sukabumi bahwa kewajiban PPN
terhutang untuk Instalasi Farmasi adalah atas seluruh penyerahan obat-obatan termasuk
kepada pasien Rawat Inap.
c. Saudara meminta penjelasan dan penegasan perlakuan PPN atas penyerahan obat-obatan
oleh Instalasi Farmasi kepada pasien Rawat Inap.
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :
a. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b. Pasal 4A :
– Ayat (1), jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
– Ayat (3) huruf a, penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok jasa
antara lain jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.
c. Pasal 9 :
– Ayat (2), Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama.
– Ayat (3), apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak.
– Ayat (4), apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :
a. Pasal 5 huruf a, kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa di
bidang pelayanan kesehatan medik.
b. Pasal 6 huruf f, jenis jasa di bidang pelayanan kesehatan medik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a adalah jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium.
4. Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai DPP yang
berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Mei 2002, antara lain mengatur :
– Ayat (1), dalam menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran dapat menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan cara
sebagai berikut :
a. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% X Harga Jual Barang
Kena Pajak.
b. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran adalah sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan barang
dagangan.
– Ayat (2), Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan Barang Kena Pajak yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dapat dikreditkan lagi karena dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang
dibayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b telah diperhitungkan Pajak Masukan
atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dalam rangka
kegiatan usaha tersebut.
5. Pasal I angka 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2002, mengatur bahwa ketentuan Pasal 4 dihapus.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Barang Dagangan oleh Pedagang Eceran Selain yang Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2002 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 402/KMK.03/2002, antara lain mengatur :
a. Pasal 1, dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan Pedagang Eceran
Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang
Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan pembukuan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut :
a. Menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko,
kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
atau dengan cara penjualan dari rumah ke rumah;
b. Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran
tersebut; dan
c. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai,
dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa
sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya.
b. Pasal 2, atas penyerahan barang dagangan oleh Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
(sepuluh persen) dari harga jual.
7. Butir 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000 tentang PPN atas Penggantian
Obat di Rumah Sakit, menyebutkan bahwa dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani Rumah
Sakit yang terdiri dari pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien gawat darurat. Mengingat
instalasi farmasi melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan sebagai lazimnya sebuah apotik,
maka atas penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap terutang
PPN.
8. Berdasarkan ketentuan dalam butir 2 sampai dengan 7, dan memperhatikan surat Saudara pada butir
1 di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
a. Penyerahan obat rawat inap merupakan satu paket dengan jasa pelayanan medis yang
termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan PPN berdasarkan PP Nomor 144 Tahun 2000.
b. Sedangkan pengenaan PPN atas penyerahan obat rawat jalan dari instalasi farmasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
– Sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 (periode
1 Juni 2001 sampai dengan 31 Mei 2002), PPN terutang sebesar 10% dan dibayarkan
ke Kas Negara sebesar 2%.
– Setelah berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002 (mulai tanggal 1 Juni 2002),
PPN terutang sebesar 10% dan yang wajib dibayarkan ke Kas Negara adalah selisih
antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan (PK-PM) dalam hal Pajak Keluaran (PK)
lebih besar daripada Pajak Masukan (PM).
Demikian untuk dimaklumi.
DIREKTUR,
ttd.
A. SJARIFUDDIN ALSAH
http://www.peraturanpajak.com
info@peraturanpajak.com
WA : 0812 932 70074