Peraturan Pajak
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 443/PJ.35/2006
TENTANG
PENDAPAT ATAS TEMBUSAN SURAT XXX
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan tembusan surat XXX Ref. No. xxx tanggal xxx perihal Pemberitahuan Putusan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPPU) Sementara, Undangan Rapat Permusyawaratan Hakim, Rapat Kreditur
Pendahuluan/ Pertama, Batas Waktu Memasukkan Klaim/ Tagihan Hutang Pajak, Rapat Verifikasi, Rapat
Pembahasan Rencana Perdamaian, Rapat Voting Atas Rencana Perdamaian PT. ABC, yang ditujukan kepada
Kepala KPP Palembang Ilir Timur, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa pada intinya, tembusan surat tersebut berisi pemberitahuan dan undangan kepada Kepala KPP
Palembang Ilir Timur dari pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S)
dalam lingkup kepailitan atas nama PT. ABC dengan berbagai agenda yaitu :
a. Undangan Rapat Kreditor Pertama
b. Undangan Rapat Verifikasi Tagihan Pajak dan Tagihan Para Kreditur
c. Undangan Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian
d. Undangan Voting atas Rencana Perdamaian
2. Bahwa berdasarkan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 menyatakan :
Pasal 12 ayat (1) :
Setiap Wajib Pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
Pasal 21 ayat (1) :
Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.
Pasal 21 ayat (3) :
Hak mendaulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.
Pasal 22 ayat (1) :
Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,
daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
3. Bahwa berdasarkan UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2000 menyatakan :
Pasal 1 angka 14 :
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan
jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 7 ayat (1) :
Surat Paksa berkepala kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”,
mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 19 ayat (6) :
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.
4. Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan :
Pasal 1 angka 2 :
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
Pasal 41 :
(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala
perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor,
yang dilakukan sebelum putusna pernyataan pilit diucapkan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum
debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang.
Pasal 41 ayat (3) :
Perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang, misalnya kewajiban pembayaran pajak.
Pasal 113 :
(1) Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, Hakim
Pengawas harus menetapkan :
a. batas akhir pengajuan tagihan;
b. batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
c. hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditur untuk mengadakan pencocokan
piutang.
(2) Tenggang waktu antara tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
paling singkat 14 (empat belas) hari.
Pasal 149 :
(1) Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan
lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditur yang mempunyai hak
didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana
perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi
kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana
perdamaian tersebut.
(2) Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditur
konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima.
Pasal 162 :
Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua Kreditur yang tidak mempunyai hak untuk
didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan
maupun tidak.
5. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, disampaikan sebagai berikut :
a. Bahwa bentuk utang pajak adalah tagihan yang lahir karena Undang-undang Perpajakan dan
bersifat publik. Berdasarkan undang-undang perpajakan tersebut, pejabat pajak diberi
wewenang khusus untuk melakukan eksekusi langsung terhadap utang pajak di luar campur
tangan kewenangan Pengadilan. Dengan demikian terhadap tagihan pajak harus diterapkan
ketentuan Pasal 42 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu menempatkan penyelesaian penagihan utang
pajak berada diluar jalur proses pailit, karena mempunyai kedudukan hak istimewa dalam
penyelesaiannya.
b. Bahwa terhadap utang pajak PT. ABC, tata tertib pelaksanaannya sudah diatur dalam Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa. Dengan demikian penagihan terhadap utang pajak tetap berjalan
sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Perlu ditegaskan bahwa perdamaian dalam proses kepailitan tidak berpengaruh terhadap
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena walaupun telah terjadi perdamaian, DJP tetap dapat
mengeksekusi utang pajak secara penuh seolah-olah tidak terjadi perdamaian, oleh karena itu
sesuai Pasal 149 dan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, DJP tidak perlu mengeluarkan suara berkenaan
dengan rencana perdamaian, karena keikutsertaan DJP dalam proses perdamaian akan
melepaskan kedudukan hak mendahulu dari DJP.
d. Bahwa untuk verifikasi pajak, dapat dilakukan dengan cara menulis surat tercatat kepada
Hakim Pengawas, Kurator dan Panitera yang memegang dokumen kepailitan dengan
tembusan kepada Ketua Pengadilan dan Majelis Hakim yang menangani perkara yang
berisikan penjelasan tentang kedudukan Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak
serta jumlah utang pajak yang harus diverifikasi oleh Kurator dari PT tersebut.
Demikian untuk menjadi perhatian saudara.
A.n. Direktur Jenderal
Direktur,
ttd.
Gunadi
NIP. 060044247
Tembusan :
1. Direktur Jenderal
2. Kepala Kanwil DJP Sumatra Bagian Selatan dan Kep Bangka Belitung
http://www.peraturanpajak.com
info@peraturanpajak.com
WA : 0812 932 70074