Peraturan Pajak

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 316/PJ.331/2006

TENTANG

PERMOHONAN KETERANGAN YAYASAN UNTUK RUMAH IBADAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 21 Pebruari 2006 perihal sebagaimana pokok di
atas, dengan ini disampaikan ha!-hal sebagai berikut :

1. Dalam surat tersebut Saudara pada intinya mengemukakan :
a. adanya peraturan di Departemen Kehakiman Nomor XXXXX tanggal 6 Desember 2004
tentang Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta Perubahan Anggaran
Dasar Yayasan bahwa tiap-tiap pembuatan akta yayasan untuk pengesahan di Kehakiman
oleh Notaris diwajibkan untuk melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) walaupun
yayasan tersebut berbentuk rumah ibadah;
b. Di Kantor PBB khusus untuk rumah ibadah tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan;
c. Sepengetahuan Saudara, penghasilan rumah ibadah hanya dari sumbangan suka rela donatur
yang bukan merupakan objek pajak;
d. Oleh karena itu, Saudara mohon untuk dibuat pengecualian peraturan tentang NPWP dan
kewajiban pajak lainnya untuk yayasan rumah ibadah.

2. Dasar hukum

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000 (UU KUP), antara lain mengatur :

Pasal 1 angka 1,
bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak.

Pasal 1 angka 2,
badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

Pasal 1 angka 5,
bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain
mengatur :

Pasal 2 ayat (1),
yang menjadi Subyek Pajak antara lain adalah badan. Dalam penjelasannya, pengertian
badan adalah sebagaimana diatur dalam UU KUP.

Pasal 4 ayat (1),
bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pasal 4 ayat (3),
yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak antara lain :
a. bantuan sumbangan,
b. harta hibahan yang diterima antara lain oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (UU PBB), antara lain
mengatur:

Pasal 2 ayat (1),
bahwa yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan;

Pasal 3 ayat (1),
bahwa Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan antara lain adalah objek
pajak yang :
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB),
antara lain mengatur :

Pasal 2 ayat (1),
bahwa yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan;

Pasal 2 ayat (2),
bahwa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi antara lain pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat,
waris,

Pasal 3 ayat (1),
bahwa Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. orang pribadi atau badan karena wakaf;
f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

3. Berdasarkan uraian di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a. Yayasan merupakan salah satu Subjek Pajak yang berbentuk badan karena memenuhi
definisi badan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU KUP, walaupun hanya bergerak
di bidang keagamaan (rumah ibadah). Oleh karena itu wajib mendaftarkan diri pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak dan untuk memperoleh NPWP;
b. Atas penghasilan yang diterima oleh yayasan, tidak termasuk objek pajak sepanjang
memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh;
c. Atas tanah dan/atau bangunan yang dimiliki oleh yayasan, tidak dikenakan Pajak Bumi dan
Bangunan sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf a UU PBB;
d. Apabila yayasan memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, tidak dikenakan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 3
ayat (1) huruf f UU BPHTB;
e. Mengingat butir a s.d. d di atas, ketentuan perpajakan yang mengatur baik NPWP maupun
kewajiban perpajakan lainnya untuk yayasan rumah ibadah sudah cukup memadai.

Demikian untuk dimaklumi.

a.n. Direktur Jenderal
Direktur,

ttd.

Herry Sumardjito
NIP 060061993

http://www.peraturanpajak.com
info@peraturanpajak.com
WA : 0812 932 70074

Tinggalkan Balasan